Togi Gultom - Law FirmTogi Gultom - Law Firm
Articles
Home / Articles / Kenaikan Usia Pensiun dan Perluasan Wewenang: Isi Penting Revisi UU TNI 2025

Kenaikan Usia Pensiun dan Perluasan Wewenang: Isi Penting Revisi UU TNI 2025

Pemerintah bersama DPR resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada pertengahan tahun 2025. Revisi ini membawa sejumlah perubahan signifikan, terutama dalam pengaturan usia pensiun perwira tinggi, perluasan penugasan TNI di luar bidang pertahanan, serta penguatan peran TNI dalam menghadapi ancaman non konvensional seperti keamanan siber.

Menurut keterangan Kementerian Pertahanan yang dikutip dari Infopublik.id, revisi ini dirancang untuk menyesuaikan struktur TNI dengan dinamika ancaman modern. Salah satu poin utama adalah kenaikan usia pensiun perwira tinggi menjadi 65 tahun, sementara perwira menengah tetap pada batas usia 58 tahun. Pemerintah beralasan kebijakan ini diperlukan agar TNI tidak kekurangan sumber daya manusia yang berpengalaman di tengah meningkatnya tantangan keamanan global dan siber.

Namun, revisi ini menimbulkan perdebatan publik dan kritik dari berbagai kalangan, termasuk organisasi hak asasi manusia. Dalam pernyataannya, Amnesty International Indonesia menilai revisi tersebut disusun secara “ugal-ugalan” dan bertentangan dengan prinsip reformasi sektor keamanan serta konstitusi. Amnesty menyoroti pasal-pasal yang dianggap membuka peluang militerisasi di ranah sipil, terutama karena perluasan peran TNI di luar urusan pertahanan nasional tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dari otoritas sipil.

Kritik juga datang dari berbagai pakar hukum dan pengamat militer. Sejumlah akademisi menilai revisi UU ini tidak mencerminkan semangat reformasi TNI yang selama ini diupayakan pasca-Orde Baru. Mereka menilai, pasal-pasal baru dalam revisi UU TNI dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan instansi sipil, seperti kepolisian, serta berpotensi mengaburkan batas antara fungsi militer dan nonmiliter.

Sementara itu, pihak DPR RI menjelaskan bahwa revisi tersebut tidak dimaksudkan untuk memperluas dominasi TNI di ranah sipil, melainkan untuk memperkuat fleksibilitas dan efisiensi lembaga pertahanan negara dalam menghadapi ancaman modern seperti terorisme, serangan siber, dan bencana alam. DPR juga menegaskan bahwa setiap penugasan prajurit TNI di luar bidang pertahanan tetap harus mendapatkan persetujuan Presiden serta melalui mekanisme pengawasan yang jelas.

Meski demikian, polemik ini menunjukkan bahwa reformasi sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia masih menjadi isu sensitif yang memerlukan keseimbangan antara kebutuhan strategis negara dan prinsip-prinsip demokrasi sipil. Dengan berlakunya revisi UU TNI 2025, perhatian kini tertuju pada implementasinya di lapangan serta sejauh mana pemerintah mampu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan militer yang diambil.