Togi Gultom - Law FirmTogi Gultom - Law Firm
Articles
Home / Articles / Hubungan Industrial: Bagaimana Aturan Batasan Usia Pensiun Dalam Ketenagakerjaan?

Hubungan Industrial: Bagaimana Aturan Batasan Usia Pensiun Dalam Ketenagakerjaan?

Pensiun, mungkin sebagian dari kita sudah cukup akrab dengan kata tersebut. Secara umum, definisi pensiun adalah kondisi dimana seseorang sudah berhenti dari pekerjaan tetapnya. Banyak faktor yang melatar belakangi pensiun, diantaranya adalah kondisi kesehatan, telah memasuki usia pensiun, memiliki usaha pribadi lain, dan sampai kepada perubahan prioritas dalam hidup. Tidak jarang pula kita temukan terminologi “pensiun dini”.

Pensiun dini adalah kondisi dimana seseorang berhenti dari pekerjaan tetapnya lebih cepat dari seharusnya, dikarenakan keputusan pribadi atau bahkan keputusan perusahaan. Saat kita berbicara mengenai keputusan pribadi maka selayaknya alasan yang dapat ditemukan terkait pensiun dini adalah telah memiliki dana pensiun yang cukup dan perencanaan keuangan yang sudah matang. Apabila kita berbicara mengenai keputusan perusahaan terkait pensiun dini, maka selayaknya alasan yang kerap ditemukan adalah peningkatan keberlanjutan, membuka kesempatan karir baru pada tenaga kerja yang dinilai masih “produktif”, sampai kepada restrukturisasi dan pengurangan karyawan demi pengurangan biaya perusahaan.

Dalam dunia Hubungan Industrial, latar belakang pensiun dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan yang dibuat dalam bentuk tertulis seperti Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kebijakan perusahaan dalam pensiun umumnya berbicara mengenai batasan bilangan usia pensiun karyawan, bukan masa kerja karyawan.

Perundangan ketenagakerjaan sendiri belum menetapkan secara pasti dan tegas terkait bilangan usia pensiun yang dimaksud, dimulai dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 sampai kepada UU No. 6 Tahun 2023 tidak dapat ditemukan secara pasti dan tegas terkait bilangan batasan usia pensiun tersebut. Hal ini disebabkan karena undang-undang hanya mengatur dan menetapkan ketentuan yang sifatnya masih sangat luas dan umum saja.

Namun demikian, banyak opini hukum yang “menafsirkan” salah satu perundangan mengenai batasan bilangan usia pensiun, yakni pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Perlu diketahui sebelumnya bahwa peraturan pemerintah ini bertujuan mengatur batasan bilangan usia pensiun guna menerapkan program jaminan pensiun pada BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek) saja, bukan untuk mengatur batasan bilangan usia pensiun dalam hubungan kerja secara umum dan menyeluruh.

Pada pasal 15 ayat 1, 2, dan 3 PP No. 45 Tahun 2o15 dikatakan demikian “(1) Untuk pertama kali Usia Pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun, (2) Mulai 1 Januari 2019, Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 (lima puluh tujuh) tahun, (3) Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 (enam puluh lima) tahun”.

Artinya, secara matematis, maka usia pensiun yang dimaksud peraturan pemerintah diatas adalah sebagai berikut:

  • Tahun 2017 (usia pensiun adalah 56 tahun)
  • Tahun 2019 (usia pensiun adalah 57 tahun)
  • Tahun 2022 (usia pensiun adalah 58 tahun)
  • Tahun 2025 (usia pensiun adalah 59 tahun)
  • Tahun 2028 (usia pensiun adalah 60 tahun)
  • Tahun 2031 (usia pensiun adalah 61 tahun)
  • Tahun 2034 (usia pensiun adalah 62 tahun)
  • Tahun 2037 (usia pensiun adalah 63 tahun)
  • Tahun 2040 (usia pensiun adalah 64 tahun)
  • Tahun 2043 (usia pensiun adalah 65 tahun)

Penafsiran berdasarkan PP No. 45 Tahun 2015 inilah yang biasanya dibuat acuan untuk menetapkan batasan bilangan usia pensiun dalam hubungan industrial. Perlu diketahui bahwa penafsiran batasan usia pensiun menurut PP tersebut tidaklah bersifat normatif, artinya perusahaan secara bebas masih dapat menetapkan batasan usia pensiun karyawan.

Sekalipun perusahaan dapat mengadaptasikan batasan usia pensiun berdasarkan PP No. 45 Tahun 2015, namun perlu diketahui pula bahwa aturan ini hanya menetapkan ambang batas bawah (minimum) pada usia pensiun saja, bukan ambang batas atas (maksimum), artinya sekalipun karyawan telah mencapai usia 65 tahun atau lebih; dengan pertimbangan kesehatan, keselamatan kerja, dan keuangan perusahaan, maka hubungan kerja tetap dapat dilaksanakan seterusnya. Hal ini telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya yakni belum ada satupun perundangan ketenagakerjaan yang menetapkan dengan pasti dan tegas mengenai batas usia pensiun dalam hubungan kerja.

Lebih jauh, dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikarenakan telah memasuki usia pensiun, maka terdapat kompensasi bagi karyawan yang secara tegas dan eksplisit telah diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021 pasal 56 yang berbunyi demikian “Pengusaha (perusahaan) dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun maka Pekerja/Buruh berhak atas: (a) uang pesangon sebesar 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); (b) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan (c) uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)”. Frasa “dapat” pada awalan pasal ini berarti PHK dapat dilakukan-dapat pula tidak dilakukan, penjelasan mengenai hal ini dapat dibaca pada penjelasan paragraf sebelumnya.

Dengan demikian, dalam hal ketetapan batasan usia minimum dan batasan usia maksimum pensiun pada bidang ketenagakerjaan masih belum pasti dan belum tegas secara hukum, sehingga perusahaan masih berwenang penuh dan secara bebas untuk menetapkan batasan-batasan tersebut secara mandiri dengan menuangkan dalam bentuk tertulis seperti ke dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Poltak Maruli Immanuel, Partner