Togi Gultom - Law FirmTogi Gultom - Law Firm
Articles
Home / Articles / Apakah Larangan Impor Pakaian Bekas Efektif Melindungi Industri Lokal?

Apakah Larangan Impor Pakaian Bekas Efektif Melindungi Industri Lokal?

Pemerintah Indonesia semakin memperketat langkah untuk memberantas praktik impor pakaian bekas ilegal yang marak di pasaran. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran karena mengancam industri tekstil dalam negeri yang tengah berupaya bangkit setelah pandemi. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah akan menindak tegas para pelaku impor ilegal dan telah mengantongi data para pemain besar di balik bisnis tersebut. Pemerintah juga berencana memasukkan nama-nama pelaku dalam daftar hitam agar tidak lagi bisa melakukan aktivitas impor di masa depan. Langkah tegas ini diharapkan menimbulkan efek jera dan menutup jalur distribusi yang merugikan ekonomi nasional.

Pakaian bekas impor umumnya masuk melalui jalur tidak resmi dengan memanfaatkan pelabuhan kecil dan gudang tersembunyi di berbagai daerah. Hasil temuan menunjukkan ribuan bal pakaian bekas dari berbagai negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan China telah disita. Meski larangan impor pakaian bekas sudah diatur dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022, pelanggaran masih kerap terjadi karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Kondisi ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengendalian yang memungkinkan penyelundupan terus berlanjut. Pemerintah kini fokus memperkuat koordinasi antarinstansi untuk menutup ruang gerak para pelaku ilegal.

Selain menimbulkan kerugian ekonomi, maraknya pakaian bekas impor juga berdampak sosial dan kesehatan. Banyak produk bekas tidak melalui proses sterilisasi yang memadai, sehingga berisiko menularkan penyakit. Di sisi lain, harga pakaian impor yang sangat murah membuat produk lokal sulit bersaing di pasar domestik. Konsumen cenderung memilih pakaian bekas impor karena dianggap lebih hemat, tanpa menyadari dampak negatifnya terhadap industri nasional. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka ribuan tenaga kerja di sektor tekstil berisiko kehilangan mata pencaharian.

Tren thrifting yang semakin digemari masyarakat, terutama generasi muda, turut memperburuk situasi ini. Banyak konsumen membeli pakaian bekas impor dengan alasan gaya hidup berkelanjutan dan hemat biaya. Sayangnya, sebagian besar produk yang beredar berasal dari impor ilegal yang sulit dilacak asal-usulnya. Bahkan, aktivitas jual beli pakaian bekas kini banyak terjadi secara daring, membuat pengawasan semakin rumit. Pemerintah menghadapi dilema antara melindungi industri dalam negeri dan mempertahankan lapangan usaha kecil yang bergantung pada bisnis pakaian bekas.

Untuk menyeimbangkan kepentingan tersebut, pemerintah tidak hanya mengandalkan penindakan hukum, tetapi juga menata ulang rantai pasok perdagangan pakaian. Salah satu langkahnya adalah menjadikan pusat perdagangan seperti Pasar Senen sebagai sentra produk dalam negeri yang terjangkau dan berkualitas. Dengan cara ini, masyarakat tetap memiliki alternatif berbelanja tanpa bergantung pada produk impor ilegal. Selain itu, pemerintah mendorong peningkatan produksi lokal agar mampu bersaing dari segi desain dan harga. Upaya ini diharapkan mampu membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap produk buatan Indonesia.

Dalam jangka panjang, keberhasilan menekan impor pakaian bekas ilegal akan menjadi momentum penting bagi kebangkitan industri tekstil nasional. Pemerintah berkomitmen memberikan dukungan berupa insentif pajak, peningkatan kapasitas produksi, dan promosi ekspor bagi pelaku industri lokal. Sementara itu, konsumen diharapkan turut berperan dengan lebih memilih produk buatan dalam negeri. Sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan ekosistem perdagangan yang sehat dan berkelanjutan.