Togi Gultom - Law FirmTogi Gultom - Law Firm
Articles
Home / Articles / Indonesia Buka Kembali Perdagangan Karbon Internasional untuk Dorong Investasi Hijau

Indonesia Buka Kembali Perdagangan Karbon Internasional untuk Dorong Investasi Hijau

Pemerintah Indonesia resmi membuka kembali perdagangan karbon internasional setelah sempat dihentikan selama empat tahun. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat komitmen menuju target net-zero emisi 2060 dan menarik investasi hijau dalam skala global.

Pembukaan kembali perdagangan karbon ini memungkinkan Indonesia menjual kredit karbon yang dihasilkan dari berbagai proyek pengurangan emisi ke pasar internasional. Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam ekonomi hijau dunia.

Pemerintah juga memperkenalkan aturan baru yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi. Salah satu pembaruan penting adalah penerapan registri karbon nasional terintegrasi yang bekerja secara digital dan real-time untuk mencegah penghitungan ganda (double counting) terhadap unit emisi. Dengan sistem ini, setiap transaksi akan tercatat secara terbuka dan bisa dipantau publik maupun lembaga internasional.

Selain itu, Indonesia menjalin kerja sama dengan lembaga sertifikasi global seperti Verra dan Gold Standard, sehingga kredit karbon yang dihasilkan di dalam negeri dapat diakui di pasar internasional. Kerja sama ini menjadi jembatan penting agar proyek-proyek berbasis alam, seperti reforestasi, konservasi mangrove, dan energi terbarukan, memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Langkah ini juga akan memperkuat sistem perdagangan karbon domestik yang telah berjalan sejak 2023. Melalui aturan baru, perusahaan di berbagai sektor yang di dalamnya termasuk energi, industri berat, dan transportasi, dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon lintas negara. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi pelaku usaha Indonesia untuk memperoleh pendapatan tambahan dari praktik bisnis berkelanjutan.

Meski peluangnya besar, pemerintah mengakui masih ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah memastikan mekanisme pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV) dijalankan dengan ketat agar setiap kredit karbon benar-benar mencerminkan pengurangan emisi nyata. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan bahwa manfaat ekonomi dari perdagangan karbon dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal yang menjaga kawasan hutan dan lingkungan.

Dengan kebijakan baru ini, Indonesia berupaya memperkuat posisi dalam rantai pasok global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan. Pemerintah berharap, perdagangan karbon internasional dapat menjadi sumber pembiayaan hijau yang signifikan, sekaligus mendorong transisi energi bersih dan penciptaan lapangan kerja ramah lingkungan di dalam negeri.