Togi Gultom - Law FirmTogi Gultom - Law Firm
Articles
Home / Articles / Perdebatan UMP 2026: Antara Tuntutan Buruh dan Keberlangsungan Usaha

Perdebatan UMP 2026: Antara Tuntutan Buruh dan Keberlangsungan Usaha

Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026, perbedaan pendapat antara pemerintah dan serikat buruh semakin menonjol. Pemerintah berencana menaikkan upah minimum sekitar 6,5 persen, sementara kelompok buruh menilai angka tersebut terlalu kecil dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.

Serikat buruh menilai kenaikan harga kebutuhan pokok, sewa tempat tinggal, dan biaya transportasi telah meningkat cukup tajam selama satu tahun terakhir. Karena itu, mereka mengusulkan kenaikan UMP sebesar 8,5 hingga 10,5 persen agar pekerja bisa menyesuaikan diri dengan inflasi dan tetap memiliki daya beli yang stabil.

Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa kebijakan upah tidak bisa ditetapkan hanya berdasarkan permintaan pekerja. Faktor-faktor ekonomi seperti inflasi, produktivitas, dan kemampuan perusahaan harus diperhitungkan agar keputusan kenaikan upah tidak menimbulkan dampak negatif bagi dunia usaha. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan agar upah naik tanpa menimbulkan lonjakan biaya produksi.

Beberapa daerah sudah mulai melakukan pembahasan di tingkat Dewan Pengupahan setempat. Hasil sementara menunjukkan adanya perbedaan besaran usulan kenaikan. Misalnya, sejumlah provinsi mempertimbangkan kenaikan 7 hingga 8 persen, sementara daerah dengan biaya hidup tinggi cenderung mengusulkan angka yang lebih besar. Semua data tersebut akan diserahkan ke pemerintah pusat untuk dibahas sebelum keputusan resmi diumumkan pada November mendatang.

Di sisi lain, organisasi buruh tetap menyiapkan langkah-langkah tekanan publik, termasuk aksi demonstrasi dan dialog bersama DPR. Mereka menilai bahwa UMP harus benar-benar mencerminkan kondisi riil masyarakat, bukan hanya angka kompromi. Tuntutan kenaikan dua digit dianggap sebagai bentuk keadilan bagi pekerja yang selama ini masih sulit menyesuaikan penghasilan dengan biaya hidup harian.

Beberapa kalangan pengusaha mengingatkan bahwa kenaikan UMP yang terlalu tinggi bisa berdampak pada efisiensi perusahaan, terutama sektor padat karya seperti tekstil dan manufaktur. Jika kenaikan upah tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas, dikhawatirkan perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja untuk menekan biaya operasional. Karena itu, diperlukan keputusan yang mempertimbangkan keberlangsungan usaha sekaligus kesejahteraan pekerja.

Perdebatan mengenai UMP 2026 menunjukkan tantangan besar dalam kebijakan ketenagakerjaan Indonesia. Pemerintah diharapkan mampu mengambil keputusan yang adil dan realistis, sehingga dapat menjaga keseimbangan antara hak pekerja dan kemampuan dunia usaha. Kenaikan UMP diharapkan tidak hanya menjadi angka administratif, tetapi juga langkah nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pekerja dan memperkuat stabilitas ekonomi nasional.